BOLAMP.NET -Jakarta-
Al Quran diyakini sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW. Salah satu keajaiban Al Quran adalah menjadi jawaban untuk para arkeolog yang meneliti peradaban masa lampau.
Para arkeolog meneliti peninggalan-peninggalan artefak dan situs bersejarah. Mereka berupaya mengungkap tabir misteri kehidupan manusia pada zaman dahulu. Namun, apa jadinya jika pengetahuan arkeologis itu dikombinasikan dengan pemahaman kitab suci Al Quran?

Untuk itu, detikINET pun melakukan wawancara khusus dengan Arkeolog Universitas Indonesia (UI) Dr. Ali Akbar, S.S., M.Hum. Menurut Ali Akbar, arkeologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari kebudayaan masyarakat masa lalu berdasarkan benda-benda peninggalan.

Ali Akbar mengatakan dalam arkeologi, masa lalu sangatlah panjang. Sehingga, dibuatlah 4 periodisasi.

“Yang pertama itu ada Arkeologi Prasejarah, ketika manusia belum mengenal aksara, belum mengenal huruf, belum mengenal tulisan. Kemudian ada Arkeologi Sejarah (mengenal tulisan-red). Terus nanti ada periode Hindu-Budha, periode Islam gitu ya. Ada juga arkeologi kolonial, nah itu ketika masuk masa penjajahan,” kata Ali Akbar kepada detikINET di Kampus UI Depok.

Apa Itu Arkeologi Al Quran?
Ali Akbar mengatakan Arkeologi Al Quran tidak sama dengan Arkeologi Islam. Jika Arkeologi Islam mendalami bukti peradaban Islam, maka Arkeologi Al Quran itu dimulai dari mengkaji isi Al Qurannya untuk dikaitkan dengan temuan arkeologi

“Apa yang membedakan Arkeologi Al Quran dengan Arkeologi Islam? Arkeologi Al Quran yang dikaji tuh Al Quran-nya. Setidaknya ada tiga aspek yang bisa dipelajari untuk Arkeologi Al Quran,” jelasnya.

Yang pertama mempelajari fisik Al Quran, yaitu kajian arkeologi yang melihat Al Quran sebagai artefak. Ia dipelajari mushaf-nya, lembarannya, umur kitabnya, bahan dan kertasnya dll sampai menjadi format digital. Yang kedua adalah mempelajari isi Al Quran, informasi apa yang tercantum dalam ayat-ayatnya.

“Al Quran itu bicara bukan hanya periode hidupnya Nabi Muhammad ya. Tapi ada juga beberapa prediksi yang di masa depan,” kata dia.

Yang ketiga kata Ali Akbar adalah mempelajari penyebaran Al Quran ke berbagai tempat di seluruh dunia. Al Quran mengandung banyak ayat yang mengandung aspek arkeologi, dan penelitian ini membantu kita memahami lebih dalam tentang sejarah dan budaya yang terkait dengan kisah-kisah Al Quran.

Arkeologi Al Quran bisa dibandingkan posisinya dengan Biblical Archaeology (Arkeologi Alkitab) yang sudah berkembang sejak abad ke-19 di Eropa. Namun, pendekatan ini memiliki kekurangan dan kelemahan dalam interpretasi yang tidak sesuai dengan fakta arkeologi.

Keistimewaan Al Quran Bisa Jadi Petunjuk Arkeologi
Umat Islam meyakini kebenaran ayat-ayat Al Quran. Hal itu menurut Ali Akbar seharusnya membuat para ilmuwan berani untuk membuktikan kebenaran ayat-ayat Al Quran mengenai peradaban masa silam dengan mencari bukti arkeologisnya.

“Di Arkeologi, yang dinyatakan sebagai kebenaran itu ada kebendaannya, ada fisiknya. Kalau ada nama, harusnya ada lokasi, kalau ada lokasi seharusnya ada peninggalannya,” ujar dia.

Ali Akbar mencontohkan periode Nabi Muhammad paling jelas, lokasinya di Makkah dan Madinah. Mundur ke belakang, periode nabi-nabi sebelumnya juga bisa dilacak lokasi arkeologinya. Nah di sinilah keistimewaan Arkeologi Al Quran terbukti kebenarannya.

Ali Akbar mencontohkan misalnya surat Al A’raf ayat 160 dimana Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul batu. Dari situ mengalir 12 mata air untuk kebutuhan umatnya.

“Kita survei ke Yordania, mereka bilang ini nih Wadi Musa. Tempat mata airnya Nabi Musa,” kata pria yang akrab dipanggil Abe ini.

Bukti lain adalah Surat Al Kahfi yang menceritakan Ashabul Kahfi, 7 pemuda yang tertidur di gua dan melintasi zaman. Ilmuwan pun bisa melacak lokasi gua tersebut dan menurut Ali Akbar ada beberapa kandidat situs di Israel, Palestina dan Yordania yang mendekati gambaran gua Ashabul Kahfi seperti dalam Al Quran.

“Faktanya pelan-pelan jadi malah lebih enak begitu ya melihatnya. Kalau dulu kan sudahlah terima saja, nah sekarang dilihat sebagai fakta,” kata Ali Akbar.

Keajaiban Al Quran lainnya adalah Surat Yunus ayat 92 tentang mumi Firaun. “Pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar kamu menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelah kamu. Sesungguhnya kebanyakan manusia benar-benar lengah (tidak mengindahkan) tanda-tanda (kekuasaan) Kami.” (QS Yunus Ayat 92).

Ketika ayatnya turun kepada Nabi Muhammad, belum ada mumi-mumi ditemukan. Namun 12 abad kemudian, barulah ilmuwan melakukan penggalian makam-makam Firaun sekaligus membuktikan kebenaran ayat Al Quran.

“Mumi Ramses II itu tahun 1884, jadi butuh 1.200 tahun. Yang dulu umat Nabi Muhammad ngangguk-ngangguk begitu ya, sekarang fakta arkeologinya pelan-pelan muncul,” kata dia.

Menyatukan Agama dan Sains
Selama ini, terdapat kesenjangan antara agama dan sains, terutama di kalangan ilmuwan Barat. Menurut Ali Akbar, arkeologi Al Quran dapat menjadi jembatan yang menyatukan agama dan sains. Pendekatan ini membuktikan bahwa Al Quran tidak bertentangan dengan temuan-temuan ilmiah, melainkan saling melengkapi.

Gap antara agama dan sains ini di kalangan ilmuwan Barat terjadi sejak abad ke-18 dan 19, menurut Ali Akbar adalah karena kelemahan yang ditemukan dalam Biblical Archeology, misalnya soal penciptaan dunia yang dijelaskan James Ussher terjadi pada 4004 SM selama 6×24 jam. Kesimpulan Ussher ini mendapatkan kritikan para ilmuwan lain yang meyakini umur Bumi jauh lebih tua dari itu.

“Poin saya begini, kitabnya bisa dipakai, tapi jangan-jangan hasil risetnya yang sudah nggak cocok. Maka dari itu saya mencoba memakai pendekatan dari Al Quran. Kalau Al Quran dia ada kalimat sendiri, yang bagus. Jadi hari itu dalam Al Quran, bisa dimaknai 1×24 jam, bisa dimaknai masa. Sehingga untuk membaca teks ini begitu ya, maka terjemahannya adalah 6 masa, bukan 6 hari,” ujarnya.

Al Quran Tidak Bertentangan dengan Sains
Ali Akbar menyimpulkan melalui studi dan penelitian yang mendalam, Arkeologi Al Quran dapat membantu dalam memperkuat pemahaman kita tentang sejarah, budaya, dan kehidupan masyarakat pada masa lampau. Dengan memadukan antara pengetahuan dari sumber-sumber sejarah dan temuan arkeologis, kita dapat menggali lebih dalam lagi tentang kisah-kisah yang terdapat dalam Al Quran, membuktikan kebenarannya dan memahami konteksnya secara lebih baik.

Tantangannya menurut Ali Akbar, jumlah ilmuwan yang mendalami Arkeologi Al Quran masih sedikit dibandingkan ilmuwan Barat yang mendalami Arkeologi Alkitab. Kebanyakan, ilmuwan muslim mendalami Arkeologi Islam yang berbeda lingkup penelitiannya.

Dalam konteks ini, Ali Akbar juga menegaskan bahwa Al Quran didesain untuk berlaku hingga akhir zaman. Ada beberapa hal yang sudah dapat diteliti ilmuwan saat ini. Sementara sisanya mungkin akan terungkap dan dipahami manusia kemudian hari di masa depan.

“Al Quran ini didesain ya untuk sampai akhir zaman. Artinya ada beberapa yang bisa diteliti sekarang dan ketemu begitu ya. Yang sisanya mungkin nanti,” ucapnya.

Ali Akbar mengajak generasi muda untuk melihat apa yang sudah diajarkan oleh agama kita sejak dahulu sebagai sesuatu yang nyata. Tidak ada pertentangan antara Al Quran dan sains.

“Nah sekarang marilah kita melihat itu sebagai sesuatu yang nyata. Ketika menganggap ini sesuatu yang nyata, tentu kita harus punya ilmu. Oleh karena itu sangat menyenangkan sekali ketika membaca Al Quran terus mendalami ilmu juga begitu dan sampai ke satu titik, nanti ternyata keduanya tidak bertentangan,” pungkasnya.
*(Artikel ini ditulis oleh Fadhila Khairin Fachri, telah terbit di detik.net 28 maret 2024)

Arkeologi AlQur’an, Satu lagi keajaiban Kitab Suci umat islam
Total Page Visits: 504 - Today Page Visits: 4

Navigasi pos