Bolamp.net -Lamongan- Terasa bahagia sekali saat dua makanan khas Lamongan, Nasi boranan dan Soto Lamongan telah ditetapkan milik Pemkab Lamongan, Jawa Timur oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Soto Lamongan sudah dikenal banyak orang dan banyak ditemukan di luar daerah Lamongan. Namun berbeda dengan nasi boranan.
Nasi khas Lamongan tersebut hanya ditemukan di kabupaten yang dijuluki sebagai Kota Soto. Jumlah penjual nasi boranan sangat banyak dan mereka kerap menjajakan dagangan d sepanjang jalan kota di Kabupatan Lamongan.

Lalu seperti apakah nasi boranan?
Nasi boranan sering dijumpai saat pagi hari dan dijadikan sarapan. Namun kini penjual nasi boranan yang menjajakan makanan tersebut pada malam hari, terlihat di sepanjang masuk Lamongan dari arah Surabaya sampai depan Stasiun Lamongan,

Kata boran berasal dari tempat nasi yang terbuat dari anyaman bambu yang digendong dengan selendang di punggung sang penjual.

Pada masa lalu, boran digunakan oleh perempuan untuk mengirim bekal ke sawah atau untuk membawa barang.

Karena itu kuliner yang dijual dikenal dengan nasi boranan atau sego boranan.

Seporsi nasi boranan terdiri dari nasi, bumbu, rempeyek, dan berbagai jenis lauk pauk yang bisa dipilih oleh pembeli.
Lauk yang disediakan seperti daging ayam, jeroan, sate uritan (bakal calon telur ayam), ikan bandeng, telur dadar, telur asin, tahu, tempe hingga ikan sili yang harganya lebih mahal dibandingkan lauk lain.

Sementara bumbu yang ditambahkan dalam seporsi nasi boranan terdiri dari rempah-rempah yang sudah dihaluskan.

Yang membuat nasi boranan berbeda adalah adanya tambahan empuk, pletuk, dan ikan sili.

Empuk terbuat dari tepung terigu yang dibumbui lalu digoreng. Sedangkan pletuk adalah nasi yang dikeringkan atau kacang yang dibumbui lau digoreng. Nama pletuk diambil dari bunyi saat makanan itu dikunyah.

Nah ikan sili adalah salah satu lauk musiman yang harganya cukup mahal. Ikan sili dulu dikenal sebagai ikan hias dan harganya lebih mahal dibandingkan daging ayam. Bentuknya panjang seperti belut dan durinya hanya ada di bagian tengah.

Selain itu juga ditambahkan urapan sayur segar yang diberi urapan parutan kelapa plus sambal. Baru kemudian dilumuri oleh bumbu kuah khas yang memberikan rasa pedas.

Bahan bumbu kuah adalah lengkuas, jahe, terasi, jeruk purut, cabe rawit yang direbus, beras mentah yang direndam sebagai pengental, parutan kelapa, bawang merah, bawang putih, merica, gula, serta garam.

Sementara sambal urapan sayur, biasa dibuat dari bahan bawang merah, bawang putih, garam, cabe merah, penyedap rasa, dan parutan kelapa.

Memasaknya dilakukan secara unik, bukan dikukus melainkan dibiarkan mentah. Namun sambal urapan sayur dipanaskan dengan kreweng, semacam tanah liat bentuk persegi dan dibakar sehingga menghasilkan asap, dan itu justru menimbulkan aroma yang cukup sedap.

Asal usul nasi boranan
Setelah mendapat pengesahan dan pengakuan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Nasi Boranan menjadi pembicaraan dan kebanggaan tersendiri.

Yuniari yang mangkal di pertigaan Rangge/Groyok adalah seorang pedagang nasi boranan khas Kabupaten Lamongan merupakan generasi ketiga.

Dijelaskan nasi boranan muncul sekitar tahun 1945 hingga 1950-an. Saat itu nasi boranan hanya dibuat untuk upacara desa atau hajatan.
Kemudian nasi boranan berkembang dan dijajakan secara turun temurun. Pada umumnya, penjual nasi boranan adalah anak dari penjual nasi boranan sebelumnya.

Bahkan tradisi berjualan nasi boranan berlangsung hingga generasi ketiga hingga keempat.

Awalnya para penjual berjalan kaki menjajakan nasi dan lauk pauk serta peralatan dagangan yang digendong. Mereka berjualan antar desa dan berhenti di teras-teras rumah warga.

Namun sekitar tahun 1980-an sejak adanya Perumnas Made, penjual nasi baronan mulai mangkal di satu tempat dengan berjajar karena alasan tenaga dan usia.

Sebagian besar penjual ada warga Dusun Kaotan atau Dusun Sawu yang letaknya dengan dekat dengan perumahan tersebut. Dua dusun terbut masuk kawasan Desa Sumberejo, Kecamatan/Kabupaten Lamongan.

Disebutkan mayoritas Dusun Kaotan tak berkarakter perantau seperti orang Lamongan pada umumnya yang berjualan soto maupun tahu campur di kota-kota besar baik di Jawa atau pun luar Jawa.

Hal tersebut yang membuat nasi baronan banyak ditemukan di Lamongan dan jumlah penjualnya terus bertambah.

Untuk mengapresiasi penjual nasi boranan, lahirlah Tari Boran yang digarap tahun 2006 untuk mengikuti Festival Karya Tari Jawa Timur di Taman Krida Budaya Malang pada 28 Juli 2006.

Baca juga: Cerita di Sepiring Nasi Pecel, dari Suguhan Ki Gede Pemanahan hingga Ditulis di Serat Centhini

Tarian tersebut menggambarkan kehidupan para penjual nasi boran di Kabupaten Lamongan yang menjajakan dagangannya.

Di dalam tarian tersebut digambarkan kesabaran, semangat serta ketangguhan para penjual nasi boran dalam menghadapi ketatnya persaingan dan tantang hidup untuk mencukupi kebutuhan keluarga.

Bahkan pada 14 Agustus 2007, Tari Boran maju ke tingkat nasional dalam cara Parade Tari Nusantara 2007 di TMII Jakarta dan berhasil membawa Piala Bergilir Ibu Tien Soeharto untuk ketiga kalinya.

Hingga saat ini nasi boran tetap bertahan dan menjadi identitas diri masyarakat Kabupaten Lamongan.(Komp)

Nasi Boranan dan Soto Lamongan Milik Sah Wong Lamongan
Total Page Visits: 796 - Today Page Visits: 1

Navigasi pos


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *