Bolamp. -Lamongan- Memandikan/Jamasan keris Korowelang sebagai Simbol/lambang Kabupaten Lamongan diselenggarakan setiap tanggal 10 Dzulhijjah atau tanggal 10 bulan besar (Jawa) mempunyai arti yang besar karena di pandegani untuk pertama kali oleh Ki Lurah H.Hadi usai sholat idul adha atau idul qurban di jalan Sunan Giri gang Pusaka Groyok Kota Lamongan.

Pendopo mbah Jimat Selasa (20/7) ramai dikunjungi para penggemar, panguri budaya Jawa, duduk di paseban mulai Lurah, para dukun, para spiritual berambut awut-awutan dengan baju khasnya. Ditambah asap dupa di anglo arang persis di depan pintu tengah.

Aroma khas dupa, kemenyan yang mengepul seperti rokok elektrik dari mulut dower selalu mengepul. Di sela-sela berjejer bubur aneka warna 7 rupa dan dua tumpeng nasi yang mengerucut plus aneka makanan polo pendem.

Suasana hening saat lelaki jangkung, berbaju koko putih berkopyah putih bersarung masuk paseban Ki Lurah H. Hadi langsung menuju pojok kanan. Dibantu si Nung Abidin langsung mempersiapkan ubah rampe, yang terdiri wadah gedebok (batang pisang), jeruk nipis, dedak, tetel ketan, dan minyak srimpi dan kembang setaman tentunya.

Langsung Budayawan Lamongan, H. Ach, Chambali yang asli Groyok langsung membuka acara dan mengingatkan pentingnya masyarakat untuk tetap memakai masker dan berjarak dalam menyaksikan jamasan.

” Itu sebenarnya bukan keris tapi mata tombak bereluk seperti keris, merupakan senjata pamungkas milik Sunan Giri ketiga yang diberikan kepada Pangeran Jimat yang aseli dari Desa Tanjung. Senjata Korowelang ini punya kembaran yang diagem Kanjeng Adipati Jimat sebagai Adipati di Pacitan dan senjatanya sekarang tersimpan di puncak Gunung Ketitir Timur Pacitan “.

Dia mempersilahkan Ki Lurah H.Hadi untuk mengambil pusaka yang disimpan di kamar tengah terbungkus dalam kotak yang dilapis bantal bersarung putih di atasnya penuh untaian dan ronce bunga melati.

Suasana mistis mulai terasa apalagi ada letikan bunga kemenyan, sekelebat ada sinar lembut yang menyambut dengan dibuka pusaka Korowelang ini, semua pasang mata menuju ke keris luk pitu ini dengan penafsiran yang macam-macam.

” Assalamu’alaikum mari kita perhatian keris ini untuk kita jamasi, sebagai warisan leluhur tanpa diramesi luknya berapa. Mari kita berdoa dengan kita jamasi pusaka ini semoga warga Lamongan khususnya dan masyarakat semua mendapatkan barokah dari Allah SWT, khususnya kita segera terbebas dari wabah virus yang menakutkan ini dan keluar dari PPKM darurat sampai hari ini”, kata Ki Lurah H.Hadi dengan suara pelan berwibawa.

Pertama pusaka dimandikan di wadah gedebok dengan larutan jeruk yang bersifat asam ini berkaitan dengan teyeng atau karat logam. Lalu dibersihkan dan diasapkan di perapian dari arang berkemenyan, setelah kering dimasukkan wadah lain tempat dedak dan ditekan dengan jajanan tetel ketan.

Disini terkandung maksud sebagai Basa untuk mengikat zat Asam agar logam aslinya dengan torehan sang Empu yang mengikat mata yang memandang. Diasapkan lagi diatas tungku anglo, lalu dikeringkan dan direndam dalam larutan bunga setaman biar harum, di angkat lalu di asapi lagi.

Yang terakhir setelah kering, pusaka di lumuri dengan minyak khusus lalu di masukkan ke tempatnya dibungkus kain putih dan diberi bunga ronce melati.

Sukses dan suksesi Ki Lura H.Hadi yang kedua kalinya mengganti dari mbah Abd Rohiem yang setahun lalu dipanggil gusti Allah untuk menempati rumah barunya, terlihat ketenangan luar biasa, kekuatan bathin yang dimiliki Ki Lurah H. Hadi walau disembunyikan ada keringat yang amat banyak yang menyertai peristiwa budaya ini.

Ingatan wartawan bolamp sewaktu kecil saat bermain di sekitar rumah mbah Jimat ini, dahulu kala jika ada burung yang nemplek atau singgah diatas wuwung, pastilah jatuh pingsan dan kadang meninggal.

Pun saat bermain layangan, saat itu benang layang hampir dipastikan tidak pernah diatas genting atau areal rumah mbah jimat. Ada kesan damai, ayem namun menyimpan misteri, menyimpan mistis yang luar biasa.

Sekitar tahun enam puluhan pusaka ini pernah dicuri dan dibawa lari ke timur, menggunakan sepur trutuk, kereta api uap, saat mau melintas keluar wilayah Lamongan tiba-tiba kereta api berhenti tak bisa jalan.

Usut punya usut ada kegemparan tehnologi saat itu apa penyebabnya?? Ternyata ada bungkusan lawon putih yang didalamnya ada pusaka tersebut, dan akhirnya pusaka Korowelang tersebut dibawah pulang dikawal dengan jalan kaki seperti barisan karnaval Agustusan dibawa kembali ketempat aslinya. Kereta api pun bisa kembali meneruskan lajunya menuju pasar Turi.

Misteri terjumput saat para dukun yang datang dengan pengamatan batinnya berbeda. ” Iya mas , saya perhatikan auranya mereka memancarkan ke ademan”, kata ki Sabar, yang sesuai namanya adem bae.

“Wah terasa agak panas kali ini cak, mungkin daerah sini perlu di sterilkan. Opo ndik sini akeh cem ceman rambut warna warni ya cak? “, nada tanya Mas Donny lelaki ceking mata cekung rambut panjang dari sebrang lor penuh selidik dan aura panas yang diterimanya.

Aura mistis yang terpancar agak meredup, lantaran ada kesedihan yang mendalam yang dialami seluruh lapisan masyarakat terkena wabah pagebluk abad ini.

Terasakan saat awak Bolamp mendekat semeter arah kanan, terasakan getaran yang memilukan karena dalam seminggu ini 4 warga didepan mbah Jimat di jemput maut lantaran virus ini.

Semoga setelah jamasan ini, auranya moncer kembali dan warga Lamongan keluar dari zone merah dari 44 kota jawa Bali. Warga Lamongan kembali menggeliat ekonominya sehingga mampu menegakkan pundi pundi kehidupan di tengah pagebluk abad ini. ( Finkatiq)

Jamasan Keris Korowelang di Saat PPKM Darurat Berlangsung
Total Page Visits: 894 - Today Page Visits: 1

Navigasi pos


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *