Bolamp.net Kulon Progo – Di hari ketiga Romadhon 1442H, berkesempatan mlaku mlaku ke Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), seharin sebelumnya menyapa Masjid Jagakaryan ,” Kampoeng Ramadhon Jagakaryan_. Ditempat ini terdapat sebuah masjid yang dipercaya telah dibangun sejak ratusan tahun lalu bernama Masjid Trayu. Bangunan bersejarah milik Puro Pakualaman itu setiap harinya dijaga dan dirawat secara bergantian oleh tujuh orang abdi dalem.

Masjid Trayu terletak di Dusun Kauman, Kalurahan Tirtorahayu, Kapanewon Galur. Dari Kota Wates, ibu kota Kulon Progo, jaraknya berkisar 13 km atau 20 menit perjalanan menggunakan kendaraan bermotor. Sedangkan dari Kota Yogyakarta, jarak yang ditempuh sekitar 33 km atau satu jam perjalanan darat.

Masyarakat setempat percaya masjid itu telah berdiri sejak 300 tahun lalu atau pada sekitaran tahun 1700-an.

“Berdasarkan kepercayaan masyarakat, masjid ini sudah ada sejak tahun 1700-an, tapi sampai saat ini belum diketahui pasti sebenarnya kapan bangun itu ada,” ungkap Takmir Masjid Trayu, Muhammad Hajan (67).

Pria yang sejak 2010 didapuk sebagai takmir itu menerangkan penamaan Masjid Trayu diambil dari nama lokasi masjid, yakni Kalurahan Trayu, sebelum akhirnya berganti menjadi Kelurahan Tirtorahayu. Hajan melanjutkan, Trayu juga merupakan nama dari salah satu selir Paku Alam I.

“Konon kabarnya itu di situ pertama kali ada istri Paku Alam pertama atau selir. Dia pernah berdiam di situ, namanya Raden Roro Ratu Ayu, masyarakat sini manggilnya turayu, lalu lama-kelamaan jadi Trayu, sampai sekarang,” ungkapnya.

Masjid ini mengusung arsitektur khas Jawa, terlihat dari atap tajuk dan mustaka berbentuk sulur dan daun-daunan, bukan kubah bawang yang merupakan ciri khas masjid Timur Tengah. Mustaka seperti itu biasa ditemui di masjid-masjid tua di Yogyakarta, seperti masjid-masjid Pathok Negoro milik Kasultanan Yogyakarta.

Bangunan bercat putih kekuningan itu memiliki ruang utama yang di dalamnya terhadap mihrab yakni ruangan khusus bagi Imam Masjid saat memimpin sembahyang berjemaah. Selain itu terdapat mimbar dari kayu yang digunakan khatib memberikan tausiah di saat khotbah Jumat, kuliah subuh, kultum dan khotbah-khotbah lain.

Di dalam ruangan utama terdapat 16 saka yang menopang langit-langit, terdiri dari empat saka guru dan 12 saka ruwa atau luar yang berbentuk bulat atau glondhongan. Di sisi luar terdapat serambi yang cukup luas, di sini adalah tempat di mana bedug dan kentongan diletakkan. Masjid ini bisa menampung jemaah hingga 200 orang lebih.

Adapun di halaman masjid, terdapat makam dari menantu Paku Alam I, Raden Suryengjurit, dan ratu permaisuri Paku Alam II dan ibu dari Paku Alam V, R.A. Resminingdyah.

Hajan mengungkapkan masjid Trayu telah beberapa kali diperbaiki. Terakhir dipugar pada 2020 bersamaan dengan Masjid Girigondo yang juga dimiliki oleh Pakualaman. Perbaikan minor biasanya dilakukan oleh pengurus masjid, sedangkan perbaikan besar langsung dari Puro Pakualaman atau Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY mengingat masjid ini termasuk bangunan bersejarah.

Masjid Trayu sendiri dijaga oleh tujuh orang abdi dalem Puro Pakualaman. Mereka juga masuk dalam struktur keanggotaan takmir. Setiap hari, pada abdi dalem secara bergantian membersihkan lingkungan dan memastikan tidak ada kerusakan di masjid tersebut.

“Tugas kami ya bersih-bersih masjid, halaman, sama makam di kompleks masjid ini, nanti kalau ada kerusakan baru laporan ke Puro Pakualaman,” imbuh salah satu abdi dalem, Saiful.

Pria yang sudah empat tahun menjadi abdi dalem itu mengatakan seluruh abdi dalem yang bertugas merupakan warga yang tinggal di sekitar masjid. Seperti halnya Saiful yang tinggal tepat di depan gerbang masuk masjid tersebut.

Para abdi dalem itu tidak menjalani seleksi untuk mengemban tugas tersebut. Kebanyakan profesi ini adalah warisan yang diteruskan antar generasi.

“Saya jadi abdi dalem karena meneruskan bapak saya, istilahnya regenerasi lah, meski bapak saya sebenarnya juga masih aktif,” ungkap Saiful.

Pandemi, Tak Ada Bukber di Masjid Trayu

Pengelola Masjid Trayu memastikan tidak ada kegiatan buka bersama di masjid ini selama bulan Ramadhan 2021. Langkah itu ditempuh untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19 di lingkungan masjid.

“Karena masih masa pandemi kegiatan yang mengundang kerumunan dibatasi, ada juga yang tidak digelar seperti buka bersama,” lanjut Hajan.
Keluarga di Sukoharjo Ikhlas
Hajan mengatakan selama bulan Ramadhan yang jatuh pada masa pandemi ini kegiatan ibadah di Masjid Trayu dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat.

Salat lima waktu berjemaah termasuk salat Jumat dan tarawih, tetap digelar tetapi pelaksanaannya wajib menjaga jarak dan tidak berkerumun.

“Ceramah yang biasanya ada saat kegiatan tarawih juga ditiadakan, agar lebih cepat selesai dan mengantisipasi kerumunan dalam satu waktu,”
Mlaku mlaku dilanjut untuk mengunjungi kegiatan Romadhon ke Kabupaten Gunung Kidul.(JRD/DC/Fink)

Mlaku mlaku mampir Masjid Trayu Kulon Progo Yogyakarta
Total Page Visits: 1163 - Today Page Visits: 1

Navigasi pos


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *