Bolamp.net  . – Lamongan rabu(19/8) – Gema suara lantunan Al-Quran menggema di masjid dan Surau yang di kota Lamongan guna menyambut datangnya tahun baru Hijriah ke 1442, yang bertepatan dengan 1 Syuro 1954 penanggalan Jawa dengan segala ritual dan lelakunya.

Momentum pergantian tahun baru islam ini tetap menggunakan protokol kesehatan. Peringatan pergantian tahun baru di laksanakan di depan Masjid Agung Lamongan, ditempat terbuka dengan tetap memperhatikan aturan jaga jarak. Hal ini terlihat dan dibuktikan dengan penataan tempat duduk yang diatur jaraknya sesuai protokol kesehatan.

Acara dimulai dengan khatmil Qur’an serentak melalui daring, dilanjut pemberian santunan pada yatim piatu, dilanjut pembacaan doa ahir tahun dan awal tahun baru, refleksi tahun baru islam, penekanan tombol sirine dan pelabuhan beduk sebagai tanda detik-detik pergantian tahun tepat jelang magrib.

Dalam momentum ini Bupati Lamongan H. Fadeli. SH didampingi segenap Forkopimda Lamongan , para ulama Sepuh mengajak masyarakat untuk evaluasi diri, dengan semangat dan niat baik .

“Pada pertengahan tahun 1441 H, Allah memberi teguran untuk kita dengan dihadirkannya virus yang mampu menjungkirbalikkan kesehatan dan ketakaburan kita. Semoga semangat hijrah mampu membawa harapan agar segala musibah yang terjadi segera diangkat”, ujar Bupati diakhir jabatannya.

” Semoga semangat hijrah mengiringi kita memasuki tahun 1442H dengan hati yang tulus dan bersih, memperbaiki amalan ibadah, senantiasa menyebarkan kebaikan dimana saja. Selamat tahun baru 1442 H”, ujarnya diikuti  gebyar dan dentuman kertas warna warni.

Kebiasaan orang Jawa dalam memperingati tahun baru islam maupun Jawa diikuti ritual ritual keagamaan maupun budaya salah satunya jamasan keris, namun di Lamongan kota khusus nya  tidak dibulan syuro tapi  di bulan Dzulhijjah tanggal 10 an. Sedangkan Lamongan sisi selatan ritualnya hampir sama malam 1 Syuro atau panjang bulan.

Di Tuban, Nganjuk dan daerah selatan bulan syuro merupakan bulan tiniwisuda sebagai waranggono atau pedinden baru, setelah melakukan  ritual jamasan dengan mandi kembang dengan air diambil langsung dari air terjun.

Dimalam satu syuro ini seperti yang dilakukan di kota Yogyakarta maupun Surakarta, masyarakat thowaf mengelilingi  benteng Kerajaan, setiap satu putaran menjalani laku jalan kaki dan laku bathin, tidak omong atau berbicara satu sama lain sebagai simbol keprihatinan.

Setelah lingsir tengah malam, mereka berbondong ke alon-alon kidul. Mereka menguji nuraninya, dengan tertutup mereka jalan di antara 2 pohon beringin besar. Hampir peserta yang ikut jalan selalu tidak berhasil, menceng kekiri atau kekanan.

Dipercaya yang berhasil berjalan di antara pohon beringin, kedepannya kehidupan kedepan jauh dari halangan maupun rintangan. Lempeng saja kedepan dengan kesuksesan yang diraihnya. Wallahu a’lam bishowab. (Arifin Katiq).

Pergantian tahun baru Hijriah, ” 1442H momentun bangkit untuk Pribadi yang Tangguh”
Total Page Visits: 1062 - Today Page Visits: 1

Navigasi pos


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *